MANUSIA SAMPAH URBAN MELALUI
TUBUH EMPIRIS
Tidak ada yang bisa dilakukan, hidup
sendiri, sepi dan jauh dari kebahagiaan, dengan memperjuangkan satu hal yang
berharga yang masih tersisa yaitu kehidupan. Segelumit persoalan inilah yang
dirasakan oleh manusia sampah, manusia yang tersingkir akibat peradaban manusia
lainnya yang berpacu mengejar kemewahan
dan pangkat yang tinggi. Bentuk kepedihan dari manusia sampah ini diaplikasikan
ke atas panggung oleh Riko Melta Pratama melalui tubuh yang komunikatif, Riko yang kerap
dipanggil Pekot ini menyusung tema ‘Manusia Sampah’ dengan menvisualisasikan
melalui gerak tubuh.
Pertunjukan ‘Manusia Sampah’
dipentaskan hampir 30 menit ini dimulai dari pukul 16.00 Wib hingga 16.30 Wib
di auditprium Boestanul Arifin pada hari senin tanggal 28 aprli 2014 ,
pementasan dalam rangka perayaan hari tari sedunia ini sudah berlangsung pada
siang harinya, sebelumnya beberapa pertunjukan telah dipentaskan oleh
perwakilan masing – masing jurusan dari fakultas seni pertunjukan hingga
jurusan teater mendapatkan kesempatan untuk mementaskan 2 bentuk pertunjukan,
salah satu pertunjukan tersebut ialah ‘Manusia Sampah’ karya Riko Melta Prata
dengan mengandalkan tampilan solonya. Riko yang biasa dipanggil pekot ini
mengkonsep pertunjukan kali ini jauh lebih baik dari pertunjukan ‘Manusia
sampah’ yang pernah dipentaskan sebelumnya,
hal ini nampak dari kejelas secara bentuk makna dari cerita yang disampaikan
dan dari permainan yang lebih komunikatif dengan penonton.
Pertunjukan yang berlangsung setengah
jam ini berjalan dengan lancar. Tidak ada kepastian yang jelas dalam bentuk
aliran yang digunakan oleh pekot, yang pasti pertunjukan ini merupakan
pertunjukan teater tubuh dengan mengandalkan tubuh sebagai media menyampaikan
pesan, pola gerak yang tersusun mengikuti gambaran alur. Sesekali terdengar
teriakan yang menjerit mempertegas suasana kepedihan dan kemarahan yang
dirasakan.
Suasana yang dihadirkan tergambar dari
pola gestur yang diciptakan melalui struktur tubuh yang seolah-olah mewakili
keperihan, kepedihan dan amarah. Bentuk gestur tubuh sesekali memiliki konsekuensi
logis dari ketiadaan metodologis dan tehnik yang membuka tubuh kepada
kemungkinan dirinya untuk berinteraksi dengan properti hingga ruang panggung,
dan makin terasa sampai begitu sadar dengan pola panggung yang sudah terkonsep.
Bentuk gerak yang dihadirkan menciptakan kemungkinan-kemungkinan dari watak
teater tubuh yang situasional dapat memasuki dan mengolah ruang pertunjukan.
Pekot
mengaplikasikan cerita mlalui gestur tubuh yang berkarakter, namun dalam
pergerakannya sulit untuk menemui tipekal gerak yang jelas dari pergerakan
pekot. Tubuh sebagai sebuah mendia untuk menyampaikan merupakan komponen utama
bagi seorang aktor teater yang dilengkapai dan didukung dengan komponen lainnya sehingga dapat terciptanya suatu
penokohan yang kompleks dengan irama vokal yang tecipta dari batin atau jiwa
seorang aktor. Maka perlu untuk memahami makna dari tubuh aktor itu sendiri.
Menyusung
kesuksesan pertunjukan sebelumnya, pada pertunjukan kali ini pekot berusaha
untuk melengkapi kekurangan dari pertunjukan sebelumnya tentu tidak lepas dari
pemehamannya secara teoritis, karna pada dasarnya yang membendakan penyajian
pertunjukan teater oleh orang akademik dengan mempelajari ilmu teater secara
otodidiak terletak pada landasan teori.
Seorang yang berada dilingkungan akademik lebih memehami hal dasar
dengan landasan sebuah teori sebelum merangkak pada hal yang lebih luas. Hal
tersebut dilakukan agar terciptanya sebuah karya yang kuat dan penuh
pertanggungjawaban.
Kurangnya sikap
teoritis akan menyebabkan kualitas dan metode pendekatan teater kurang variatif
sehingga kerap tidak memiliki dasar yang kuat atas pemikiran yang jelas, sehingga
karya yang diciptakan susah untuk dipertanggungjawabkan. Sebuah karya yang
tercipta akibat terbatasnya referensi dan kurang pengamatan atas proses yang
dijalani, ditambah dengan tingkat disiplin serta totalitas yang masih perlu
dipertanyakan sehingga teater pun seperti tidak membawa manfaat apa pun.
Kondisi seperti
inilah yang membuat banyak pelaku teater yang tidak menghargai sebuah karya
teater. Sesungguhnya kesalahan bukan pada teater tetapi bagaimana seseorang
menjalani proses berteaternya. Maka untuk menetralisir hal seperti ini
dibutuhkan dukungan dan cara menghargai sesama.
Tidak ingin
terlepas dari hal tersebut, Pekot mencoba untuk menvisualkan pertunjukan Manusia
Sampah dengan beberapa property yang digunakan seperti sekumpulan sampah yang
berserakan diatas panggung dan Pekot menambahkan proprty lainnya berupa tanah
liat, tepung dan cat sebagai bantuan untuk ekplorasi tubuh. Pekot juga
menghadirkan video sampah yang bertumpuk dengan bantuan siluet. Secara empiris
Pekot berusaha menghadirkan kenyataan realita hidup yang tidak bisa terlepas
dari sampah. Manusia melupakan sesuatu yang dapat menimbulkan dampak besar bisa
dampak positif bahkan sebaliknya menimbulkan dampak yang negatif. Sebagaimana
yang dialami oleh seseorang yang terbuang dan tidak dipedulikan samasekali
bahkan potensi yang sebenarnya ada menjadi sia-sia. hal tersebut diungkapkan
pekot melalui gestur serta mimik wajah serta sesekali pekot mengeluarkan
jeritan yang mewakili kepedihanan dan amarah.
Untuk mencapai
tubuh dengan bantuan ekplorasi tanah liat, sampah, tepung dan lainnya, sebelumnya
pekot telah mempersiapkan fisik dengan
latihan dasar, latihan teknik serata latihan pembawaan. Setelah melalui tahap
ini pekot mencoba untuk memasuki pembebasan tubuh yang berusaha memerdekaan
tubuhnya. usaha itu dicapai melalui kesadaran gerak tubuh, kemudian pada tubuh
yang tidak melawan kepada obyek yang berasal dalam maupun luar ketubuhan, dan
terakhir melalui proses pemantapan. Hal inilah yang diungkapkan oleh pekot saat
ditanya perihal proses pencapaian pertunjukan ini.
Berangkat dari
pemahaman di atas, maka muncul pertanyaan; apakah proses yang dilakukan pecot
telah mencapai target yang diinginkan? Beberapa saat sempat membuat penonton
tertegun karena tertarik dengan beberapa hal yang diciptakan, misalnya ketika
adegan pecot mulai melumuri badannya dengan tanah liat hingga seluruh tubuhnya
ditutupi oleh tanah liat, dengan bantuan video yang ditampilkan membuat
persoalan yang diangkat mudah dipahami oleh penonton namun pekot harus bekerja
keras lagi agar tidak terbenam atas visual siluet yang ditampilkan. Sering kali
sebuah permainan aktor tenggelam diatas panggung akibat munculnya beberpa
komponen yang sifatnya mencuri fokus penonton. hal tersebut bisa diakali tergantung
pada garapan dan permainan aktor itu sendiri. Hal ini permainan pekot sendiri
bisa membantu mengimbangi video dari siluet yang ditampilkan dengan bantuan
property yang dipilih pekot untuk menghadirkan kejutan – kejutan dibeberapa
adegan.
Gerak tubuh
yang ditampilkan pekot dapat menyatu dengan property yang ada. Lain hal gerak
tubuh yang ciptakan oleh pecot belum ada kejelasan tipekal gerak dengan kata
lain pecot tidak memberi sentuhan gerak – gerak yang menantang seperti gerak
silat dari tradisi sendiri ataupun gerak – gerak akrobatik. Acuan ataupun
referensi merupakan bagian pokok dalam mencipta sebuah karya tidak hanya secara
teoritis pengalaman empiris wajib ada pada setiap lakuan cipta. Hal ini yang
tergambar oleh lakuan ‘Manusia Sampah’
diwujudkan melalui gerak tubuh yang berangkat dari pengalaman empiris.
Secara visual,
dengan menyusung tema ‘ Manusia Sampah ‘ Pekot lebih memperlihatkan keberadaan
sekumpulan sampah yang ada diman – mana. keprihatinan akibat ketidakpedulian
keberadaan sampah menjadi pengaruh yang besar terhadap dunia. Berangkat dari
pemahaman tersebut, dibalik sekumpulan sampah ada makna lain yang dihadirkan
dari pertunjukan ini yaitu keberadaan manusia yang tersingkir karna tidak
berguna justru sebaliknya manusia lain tidak menyadari bahwa adanya potensi
yang terpendam. Hal inilah yang ingin disampaaikan oleh pecot melalui pemahaman
bahasa non verbal atau bahasa tubuh.
Pertunjukan
‘Manusia Sampah’ dari awal hingga akhir pertunjukan tidak terlepas dari sampah
yang bertebaran, dengan tambahan video siluet yang ditampilkan dan property
lainnya menambah pemaknaaan dalam pertunjukan dapat tersampaikan, namun
beberapa hal yang harus jeli untuk diperhatikan yaitu aktor merupakan media
utama dalam pertunjukan teater maka jangan biarkan permaian aktor terbenam dari
komponen pertunjukan lainnya yang dihadirkan.