DRAMATURGI SANDIWARARA
(POTRET
TEATER POPULER DALAM MASYARAKAT POSKOLONIAL)
PENULIS
DEDE PRAMAYOZA
OLEH
: WINO SARI
Sandiwara
kampung dapat dikatakan sebuah seni dramatik (teater) yang berkembang luas pada
masyarakat minangkabau di Sumatra Barat pada dekade 1960-an sampai pada
pertengahan 1990-an. Perkembangan sandiwara diwarnai dengan pergelaran kesenian
ini secara sporadis diberbagai tempat. Keberadaan sandiwara pada saat itu
memiliki kedudukan yang jelas dalam masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat.
Sandiwara
sebagai salah satu teater rakyat menjadi hal yang menarik di masyarakat
minangkabau. Sandiwara mengingatkan tentang campur tangan kolonialisme dalam
sejarah seni dramatik di indonesia. Pada dasarnya sandiwara dalam bahasa jawa
digunakan sebagai pengganti kata tonil dario kata toneel yang berarti drama dan
dalam bahasa belanda yang berarti sebagai pengajaran terselubung atau
tersembunyi.
Catatan
sejarah mencatat bahwa opera melayu sama pentingnya dengan tonil kolonial
Belanda dalam membangun teater modren indonesia. Bentuk tipe dari kedua bentuk
seni dramatik ternyata sama – sama mendapatkan pengaruh teater barat mutakhir
melalui lembaga-lembaga teater yang sudah ada pada sebelumnya. Teater rakyat
atau drama poskolonials sering tiudak dikategorikan gendre pementasan dramatik
yang muncul sebagai reson atas kondisi – kondisi sosial kulture setelah
berdirinya negara poskolonial yang mengidentikan sebuah kesadaran rakyat.
Teater
rakyat atau drama poskolonialisme sering disebut sebagai hibrida dari opera
melayu dan tonil dengan tambahan pengaruh baru dari hal tersebut terbukti bahwa
sandiwara terpinggirkan dari diskursus teater Sumatra Barat yang diindikasi
adanya proses kanonisasi terhadap teater dengan alasan yang perlu dikaji.
Dalam
mengkaji buku dramaturgi sandiwara ini, penulius menggunakan beberapa
pendekatan sebagai landasan atau jembatan untuk menemukan persoalan yang akan
dibahas, salah satu pendekatannya yaitu sosiologi teater karena dalam hal ini
membahas tentang tinjauan terhadap masyarakat
atau kerangka sosial yang melingkupi sandiwara terlebih dahulu, maka
penulis menggunakan konsep – konsep sosiologi.
Pendekatan
lainnya yang digunakan penuliis yaitu pendekatan dramaturgi yang mana sang
penulis mempercayai bahwa ada dramaturgi khas yang bekerja dibalik pementasan
sandiwara yang memenuhi disposisi estetika penontonnya. Bentuk konsep – konsep
dramaturgi digunakan penulis dalam hal ini.beberapa teori natau konsep lain
yang dikemukakn oleh para ahliterkait
dengan dramturgi juga dipaparkan dalam persoalan ini seperti dramaturgi
berkaitan erat dengan penafsiran teks lakon yang pada akhirnya dramaturgi
mempengaruhi peciptaan estetika pementasan sebagaimana dramaturgi menciptakan
kerangka teoritis untuk penulisan teoritis.
Setelah
menggunakan dua pendekatan tersebut, penulis melanjutkank dengan pendekatan
yang ke tiga yaitu drama poskolonial. Pada pemebahasan kali ini, penulis
menyatakan bahwa perkembangan dramaturgi trkait erat dengan sejarah dan bentuk
respon dari kondisi sezaman ini artinya bahwa perkembangan zaman mempengaruhi
perekembangan dramaturgi. Maka teater terlibat dengan semangat – semangat aru
yang menghasilkan perkembangan dramaturgi baru
pasca perang dunia kedua dan perang dingin . penulis juga meninjau dramaturgi
dalam perspektif kesejarahan untuk melihat anasir – anasir yang telah
mengontruksi dramaturginya serta disposisi estetika penontonya. Penulis
mengemukakan teori oleh para ahli terkait dengan dramaturgi dan kebudayaan yang
memepengaruhi perkembangan teater di indonesia.
Teori
yang telah dikemukakan ternyata membantu dalam menemukan persoalan gejala
sandiwara itu sendiri. Seperti kemunculam kata sandiwara itu sendiri yang
mendapatkan pengaruh dari belanda. Pada dsarnya kata sandiwara sebagai
pengganti kata toneel kata yang berasal dari Belanda. Setelah ditelusuru
ternyata teori yang dikemukakan kurang memadai karena mengesankan bahwa setiap
lapis kebudayaan yang datang dengan tradisi – tradisi inheren didalamnya,
diterima begitu saja oleh masyarakat Indonesia tanpa memberikan respon
sebaliknnya jika ditelusuri kembali nkata sandiwara sebagai pengganti kata
toneel menunjukkan indikasi adanya perlawanan budaya dari pribumi terhadap
budaya asinng.
Teori
– teori yang telah dikemukakan dapat membantu melihat respon masyarakat
Indonesia atas kedatangan berbagai tradisi teater dan dramaturgnya. Jika
diperhatikan istilah sandiwara yang mengidikasikan adanya pengaruh Kolonialisme
Belanda terhadap perkembangan drama dan teater di Indonesia serta adanya respon
lokal atau pengaruh itu, mak penulis menggunakan konsep poskolonialisme sebuah
kajian yang membongkar efek berkelanjut yang ditimbulkan oleh kolonialisme atas
masyarakat bekas terjajah.
Sebuah
buku yang membantu menyingkapi dramaturgi poskolonialsme yaitu potcolonial
drama Hellen Gilber dan Joeanne Tompkins mengatakan bahwa teater yang hidup di
sebuah negara bangsa yang pernah dijajah berpotensi untuk menjadi bentuk
kompbinasi sinkretis antara bentuk – bentuk pergelaran lokal dan bentuk –
bentuk yag dipengaruhi oleh respon bentuk bentuk teater hibrida. Bentuk – bentu
drama poskolonial terbentuk melalui konsep antara lain mimikri dan mokori yang
menunjukkan keterbelahan dari subjek poskolonial antara mengagumi dan membenci
penjajah.
Maka
pendekatan drama poskolonial dapat digunakan untuk membungkar fakta
poskolonialitas yang secara sederhana dapat dipahami sebagai kondisi
poskolonial yaitu sebuah efek dari hegomoni budaya yag dipraktikkan kolonialsme
beserta warisan – warisannya. Drama poskolonial dapat juga digunakan untuk
melihat bagaimana masyarakat poskolonial menyingkaipi kolonialisme dan
poskolonialisme melalui seni dramatik atau teater.
Pada
pembahasan bab kedua yaitu riwayat dan jejak – jeka sandiwara.. dalam hal ini
menyikapi kehadiran sandiwara di sumnatra Barat serta jejak – jejak yag masih
dikenali. Untuk mencari informasi tentang sandiwara yang ada di Sumatra Barat
penulis melakukan metode wawancara dan observasi lapangan serta. Teknik
observasi diberbagai nagari yang terkonstuksi dari hasil wawancara selanjutnya
dikonfirmasikan mdengan dokumentasi visual manpun tertulis, penulis
mengkoperasikan untuk meilihat pola – pola umum yang berlaku pada produksi
sandiwara. Hasil konstruksi itulah ditulis dan dinamakan dengan dramaturgi
sandiwara. Guna menganalisi makana – makna yang ada dibaliknya dengan mmembuat
sebuah teks ddengan nama sistem pengetahuan dan kontsks sosial yang telah
dipahami.
Pemabahasan
ini penulis mengurutkan riwayat sandiwara yang diawali dari opera melayu dan
tonil. Pada pembahasan ini penulis
memulai dari nama toko yang pertama kali mencatat perkembangan seni dramatik di
Sumatra Barat yaitu van Kerckoff dalam
sebuah risalah yang ditulis di payakumbuh pada tahun 1888 yang ia namai dengan
toniil melayu Sumatra Barat yang ia duga datang dari riau. Kehadiran tonil
mmelay tumbuh di Padang merupakan respon atas kehadiran wayang tjina di
Singapure dan komedi porsi di Malaysia. Beberapa hal menjadi catatan bagi Van
kerckoff hingga kesimpulannya lakon tonil melyu mungkin sekali digemari
penonton di Padang karena faktor bahasa melayu yang digunakannya dekat dengan
bahasa lokal, yaitu bahasa minangkabau.
Dari
perkembangan tonill di Padang kemudia mulai menjajali daerah – daerah di
sekitarnnya seperti Pariaman, Padangpanjang, Bukittinggi, Payakumbuh dan
lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Van kerckoff saling berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan oleh tokoh lainnya seperti Rusli Amra yang
menyatakan pada awal abad 20 telah ada gedung – gedung hiburan di Paadang yaitu
Gedung komidi yang pernah diadakan pementasan-pementasan oleh rombongan komedi
stambul. Hingga pementasan tersebut berhasil membuat rommbongan ini menjadi
sangat populer di Padang sehingga memicu masyarakat untuk membuat rombongan
stambul sendiri antara lain sawahan , kampung jawa, balakang tangsi dan lain
sebagainya.
Pada
rombongan ini banyak orang terkemuka ikut dterlibat di dalamnya dan terdapat
pula indikasi bahwa adanya dukungan dari Belanda yang ditunjukkan dengan kedatangan
petingginya.
Kemunculan
rombongan stambul di daerah Sumatra Barat, salah satuya rombungan pertunjukan
di Padang bernama pangsche opera oleh Brahim didugaberdiri disekitar tahun
1925-1926 dengan beberapa lakon yang pernah mereka pentaskan seperti melati van
agam dan mengangkat berbagai cerita populer dikawasan tersebut seperti kisah
siti nurbaya dan laras simawang.
Padangsche
opera mejadi catatan penting bagi praktik seni dramtik di Sumatra Barat yang
menandaskan bahwa pementasan lakon -
lakon adaptasi dari novel – novel
populer ssezaman yang ditulis oleh para penulis Minangkabau yang berdampak
meningkatkan jumlah penulis asal minagkabau pada masa itu. Salah satu catatan
penting bagi pementasan Padangshe opera dengan lakon siti nurbaya yang
merupakan adaptasi dari novel siti nurbaya karangan merah Rosli yang merupakan
novel paling populer pada masa itu. Padangche opera sendiri memilik tokoh yaang
berperan penting di dalamnya antara lainn Andjas asmara dan Amirudin. Pengaruh
atas perkembangan seni dramatik di Sumtra barat menunjukkan bahwa pada akhir
abad ke-19 hingga awal abad ke 20 di Sumatra Barat telah dikenal opera melayu
dan diyakin pada saat itu kesenian randai berdialoh seperti pada saat ini yang
telah berkembang. Kemungkinan randai pada saat itu baru berbentuk tarian yang
berangkat dari tarian laeat silek dengan iriingan cerita lewat dendang.
Perkembangan
randai di Sumatra Barat menjadi bentuk terpengaruhan dari seentuhan rombongan
bangsawan. Ada dua pembeda antara Padangsche opera dengan bangsawan yaitu terletak pada dialog para pemeran
diucapkan dan bukan dinyanyikan, bahasa yang digunakan bahasa minangkabau dan
bukan bahasa melayu.
Maka
btesar kemunngkin bahwa Padngsche opera dan dardaneela, miss Ribout orin turut
mempengaruhi transisi dari teater musikal ggaya bangsawan kepada teater
ucapanyang pada masa itu dikenla sebagai tonil. Perkembangan seni dramatik
Sumatra Barat juga dipengaruhi oleh tonil sekolah yang dikembangkan oleh
kolonial Belanda dengan bukti beberapa donkumentasi dan arsip lainnya.
Salah
satunya yaitu kweekscool Bukittinggi yang pernah mementaskan lakon Cinduo mato
yang berupaya memberikan inspirasi kepda bberapa kalangan pendidik bumiputra Sumatra
Barat sehingga mereka mulai mengenali dan menggeluti tonil. Selain itu INS
kayutanam sering mengadakan pertunukan sandiwara di pasar- pasar malam untuk
mengumpulkan dana bagi pembangaaun sekolah.
Zaman
peralihan dari tonil ke sandiwara dimulai dari strategi kebudayaan kolonial
Jeapang yang berusaha melenyapkan berbagai anasir kebudayaan Eropa dari
nusantara salah satu faktornya meluasnya istilah sandiwara di kemudian hari.
Peralihan antara kebudayaan Eropa di nusantara ke bentuk penjajahan Jepang mulai
muncul rombongan yang menjadi catatan sejaraj di Sumatra Barat yaitu kelompoj
sandiwara ratu asia menurut beberapa tokkoh didirikan di Padangpanjang pada
tahun 1943 dengan Sjamsudin Syafei sebagai inisiatornya. Berbagai poementasan
yag pernah dilakukan dengan beberapa lakon yang pernah dibawakan antaranya buga
bangsa, belenggu masyarakat dan lain sebagainya.
Kemunculan
group sandiwara pada masa itu berkaitan dengan makin lesunya dunia hiburan salah
satu faktor melesunya dunia sandiwaa disebabkan karena beberapa tahun sebelum
pendudukan jepang orang – orang tonil atau sandiwara telah ikut meramaikan
dunia film. Berdirinya rombongan ratu asia pada masa ini diketahu ada perbedaan
pendapat, tengku syed abdulkadir dan zen mengatakan bahwa ratu asia adalah ggrou
yang didirikan dalam rangka mengimbangi hegemoni kebudayaan kolonial jepang.
Margaret kartomi mngatakan bahwa kelompokini merupakan bagian dari strategi
kebudayaan Jepang. Pendapat inni juga dikuatka oleh para tokoh lainnya.
Setelah
proklamasi ratu asia berkebang menjadi sandiawara keliling yang meperjuangkan
rakayat mengahadapi agresi militer Belanda dampak dari lakuan Ratu asia
memberikan inspirasi pada rombongan sandiwara lainnya yang ada di Sumatra Barat
untuk membantu memproklamsikan kemerdekaan RI.
Setelah
proklamasi dan sekitar tahun 1950-an di Sumatra Barat berkembang dua tipe
sandiwara yaitu sandiwara keliling dan sandiwara pelajar yag menjadi pembeda
.padda kedua bentuk sandiawara ini
aadalah bentuk pergelarannya. Berdasarkan lakon yang dimmainkan maka dari
kemunculan sandiwara pelajar maka timbul nama lain yaitu darama sejarah yang berkembang pada
masa pergerakan kebangsaan.
Menjelang
pemilu pertama repoblik indonesia 1955 di Sumatra Barat berkembang pula
sandiwara partai setelah itu munculk lagi nama lainnya sandiwara radio yang
disiarkan melalui RRI. Salah satu tokoh yang berperan penting bagi kemunculan
sandiwara radio yaitu Motinggo busye yang menjadi salah satu penulis drama
terkemuka di Indonesia.
Perkembangan
sandiwara juga diakibatkan beberapa faktor perkembangan teknologi komunikasi
media pada saat itu. Selanjutnya mulai
dikenal dengan istilah sandiwara kampung. Peristiwa PRRRI ( pemerintah Revolusi
Repoblik Indonesi) merupakan salah satu momentum dalam perjalanan sejarah
masyarakat minangkabau di sumatara Barat yang kemudian mempengaruhi kemunculan kondisi bagi meriiahnya kesenian
dan hiburan rakyat di Sumatra Barat.
sandiwara
hibburan yang diinisasi milisasi OPR ( organisasi perlawanan rakyat) mulai
bermunculan yang menjadi kesenian rakyat yang mulai digunakan sebagai
propaganda . keterlibatan OPR dalam hiburan dan kesenian rakyat diperoleh pula
dari berbagai nagari di Sumatra Barat. Sandiwara hiburan OPR hanya berlangsung
kurang lebih tga tahun mengingat pasca peristiwa 30 September dan keadaan
kesenian rakyat di sumatra Barat turut berubah setelah peristiwa tersebut.
Pra
perantau Mingkabau terutama di Jakarta selain mnegmbangkan orgenisasi –
orgenisasi persatuan berdasarkan daerah asal, juga mendirikan organsiasi
kesenian salah satunya yaitu BKAM (
badan kesenian alam Minangkabau ) ddengan alah satu kegiatan mementaskan
sandiwara dengan lakon cinduo mato.
Gejala
gejal yang ditimbulkan sebagi bagian dari involusi kebudayaan minangkabu
terutama pada tahun 1960-an. Involusi kebudayaan ini ditandai dengan berdirinya
kokar konservatori karawitan yag pada tahun 1968 kemudian dikenal dengan nama ASKI
Padangpanjang kemunculan strategi pemulihan harga diri ini berpengaruh terhadap
dunia kesenian . hoerijah adam salah seorang seniwati Minagkabau menciptakan
draamatari malin kundang.
Pada
akhir 1960-an berkemabng rombongan – rombongan sandiwara profesional di Sumatra
Barat yang datanag dari berbagai daerah dan melaksanakan pertunjukan di paa-
pasar malam. Salah sartunya yang paling tekenal yaitu grup sinar deli
dariMedan. Perkembangan group – grop profesional merupakan akses dan kritis
ekonomi yang terjadi pasca PRRI yang meluas hiingga ke Sumatra Barat.
Group
– group sandiwara profesional juga mengaktualisasikan kembali gaya pemntasan
bangsawan gabungan antara seni peran sengan nyanyian dan tarian terlihat pada
lakon – lakon yang dimmainkan merupkan inspirasi dari novel yang populer pada
sat itu.
Riwayat
seni dramatik di Sumatra Barat menunjukkan bahwa pada sekitar akhir 1960-an
hingga awal 1970-an sandiwara mulai tumbuh dan berkembang secara luas dalam
masyarakat Minangkabau meski potensinya tampak telah ada sejak jauh-jauh hari.
Budaya sandiwar tumbuh dalam interaksi antara beerbagai anasir seni dramatik
dengan berbagai tujuan, pola dan gaya yang dipengaruhi oleh semangat zaman
masing- masing antara lain opera melayu, tonil , sandiwara keliling dan
lainnya.
Jejak
– jejak sandiwara dalam masyarakat Minangkabau di Sumatra barat penulis
menghadirkan 3 sampel sebagai kasus praktik sandiwara yang akan ditelusuri.
Dari sampel ntersebut di asumsikan bahwa disetiap tempat di Sumatra Barat
terdapat bukti pelaksanaan sandiwara.
Dimulai
dari sandiwara di balai salasa dengan pembuktian dari hasil dokumentasi tentang
kegiatan sandiwara yang didapat daria balai salasa ( palangai ). Salah satu
nagari yang terletak di kecamatan ranah pasisir kab.pesisir selatan. Dari balai
salasa tredapt tiga buah foto pertunjukan sandiwara dan seorang informan.
Pertunjukan yang digelar beberapa hari setelah idul fitri tahun1975 membawakan
cerita talipuak layua nan dandam yang bertema cinta tak sampai. Beberapa foto
didapat dari berbagai bentuk adegan dalam pertunjukan ini.
Selanjutnya
sandiwara di lubuak batingkok, sandiwara di nagari yang terletak di kabupaten
lima puluh kota . dokumentasi didapat
dari pertunjukan lakon titian kehidupan yang dipentaskan pada tahun 1981.
Lakoon yang bertemakan sebuah keluarga yang gagal merantau terdapat beberapa
foto dari tiap adegan dalam pertunjukan.
Bentuk
pertunjukan yang dihadiirkan dalam pementasan berupa tari tarian, peralatan
band biasanya mmereka menyewa dari nagari lain sebelum akhirnya sanggup membeli
sendiri dari hasil penjualan karcis sandiwara di kampung sendiri ditambah iuran
pemuda lubuak batingkok.
Sampel
sandiwara berikutnya yaitu sandiwara di tabek, kenagarian tabek salah satu
nagari di kabupaten Tanah datar, di nagari ini
terdapat foto – foto tentang praktik sandiwara namun dokumentasi
dari beberapa pertunjukan tidak ditemukan. Informasi sandiwara lainnya yang
diperoleh oleh penulis yaitu sandiwara di talang babungo, sandiwara di pitalah
bungo tanjuang, sandiwara di gunuang
Padangpanjang, dan sandiwara di SPG Padangpanjang.
Selesai
dengan pembahsan sampel praktek sandiwara di beberapa nagari di Saumatra Barat,
penulis merangkak pada pembahasan selanjutnya yaitu kerangka sosial budaya
masyarakat, yang membicarakan lingkungan yang menjadi tempat tumbuhh dan
berkembangnya sandiwara. Dalam hal ini
kajian terhadap dramaturgi sandiwara penulis bbuku mengawali dengan tin jauan
sosil-histori yang ditunjukkan dengan faktor – faktor yang telah mengghasilkan
dramaturgi sandiwara dengan meninjau kerangka sosial tempat sandiwara hidup sebagi
katagori seni teater pada posisinya dalam peta kesenian masyarakat Minangkabau
terakhir.
Eksistensi
sandiwara dalam masyarakt Minangkabu dipahami melalui konsep teori para tokoh
yang digunakan oleh penulis buku. Dalam masyarakat minnangkabau selalu ada
usaha untuk memberikan makna terhadap kenyataan yang mengintari diri
berdasarkan pradigmma adat yang dianggap masih
tetap berlaku,, penulis buku menghubungkan beberapa teori terakait
dengan sandiwara sebagai salah satu gejala seni.
Matrik budaya ternyata melingkupi dan mempengaruhi maka bentuk kesenian rakyat Minangkabau dapat berebentuk
seni – seni bunyi, seni gerak, seni rupa, dan yang termuda seni lakuan
dramatik. Pole perkembangan dari bentuk kesenian yang berbeda ini didasari oleh
cara pandang lokal terhadap alam semacam kosmologi Minangkabau yang senantiasa
dihubungkan demi adaik dan adago.
Sesuai
pembagian daerah masyarakat Minangkabau terbagi dua yaitu bagian luhak dan
bagian rantau atau darek dan pasisia yang dipandang sebagai dua arus yang mempengaruhi
perkembangan kesenian di mainangkabau. Dari kedua daerah ini memiliki bentuk
kesenian yang berbeda, pada daerah pasisia atau rantau lebih memperlihatkan
pengaruh kebudayaan islam yang kuat sedangkan di luhak memperlihatkan
keterikatan yang erat dengan dengan kehidupan adiak. Dua pola kesina tersebut kemudian tercrmin
dari tipe tempat pertunjukan tradisional Minangkabau. Dialektika antara dua
sumber pengetahuan dan budaya masyarakat Minangkabau kemudian menjadi menjadi
situs tempat sandiwara hadir.. selain inndang, luambek, randai, tupai jajang
makan ingatan masyarakat pada tahun 1970 sangat kental tentang aktivitas seni
yang dinamakan dengan sandiwara.
Meski
sandiwara dari beberap hal dianggap memiliki sisi negatif namun dalam hal lain masyarakat Minangkabau justru
menganggap sandiwara cendrung memberikan penilaian yang posistif. Ingatan ini
dimiliki oleh berbagai orang dari daerah asal yang berbeda – beda berdasarkan
tingkat pendidikan dan status sosial. Pada informasi lainnya adanya indikasi
bahwa sandiwara dipertunjukkan di atas pentas yang digambarkan mirip dengan
bentuk panggung prosenium yang terdapat
penegasan wilayah antara tontonan dan penontonnya. Dan jelas bukan tipe tempat
pergelaran seni tradisional di Minangkabau. Maka sandiwara memiliki posisi yang
periferal di luar pusat – pusat perikehidupan masyarakat minangkabau
tradisional.
Pembahasan
sandiwara sebagai drama dan teater mengembalikan ingatan pada istilah
sandiwara mempresentasikan pandangan
masyarakat di nagari Summatra Barat tentang seni dramatik. Kata sandiwara
senidri dipahami dengan istilah sandiwara secara umum. Namun istilah sandiwara
kerapkkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan beberapa
situasi antara lain sandiwara politik, sandiwara elite, sandiwara hukum dan
lainnya penggunaan kata sandiwara merupakan bentuk pengguanaan bahasa secra
konotatif.
Maka
dapat disimppulkan bahwa istilah sandiwara dalam masyarakat nnusantara selain
dipahami sebagai salah satu genre seni, juga dianggap sebagi salah satu bentuk
sikap atau perbuatan dalam kehidupan sehari – hari. Partisipan sandiwara
memandang kesenian yang mmereka mainkan itu tidak ada bedanya dengan drama ,
teater, film bahkan sinetron. Pandangan tersebut datang karena pemahaman dari
istilah tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan substansi yaitu seni peran dan hanya dipisahkan oleh
perbedaan media seperti panggung, film,
dan televisi.
Sandiwara
juga disetarakan dengan seni peran sebagai substansinya atas dasar pemikiran
tersebut sebuah bentuk atau jenis seni pertunjukan dapat dikategorikan sebagai
drama. Sebaliknya teater dapat diartikan sebagi seni pertunjukan drama atau
seni pertunjukan lakon. Indikasi dari kata sandiwara yang mengarah pada seni
peran tercermin dari beberapa pernyataan pendukung sandiwara.
Contohnya
antara sandiwara dan randai menunukkan bahwa perkataan – perkatan tokoh randai
dan sandiwara dapat dibedakan berdasarkan gaya dan bentuknya. Adapun istilah
sandiwara minnang muncul dari pengertian lokal bahwa sandiwara adalah kesatuan
tontonan yang selain memiliki unsuur dramatik juga terdiri atas unsur hiburan,
seperti tari dan nyanyi.
Istilah
sandiwara juga menwakili istilah sandiwara kampung. Perkataan kampung dalam
istilah yang terakhir dipandang lebihh mewakili sifat dari kesatuan tontonan
dramatik nyang tummbuhh di nagari – nagari Minangkabau itu sendiri. Informasi lain tentang indikasi
sifat khas dari sandiwara yang hidup
dalam masyarakat Miangkabau mereka menyebut sandiwara atau sandiwara di
kampuang. Kata sandiwara digunakan dalam pengertian yang setara artunya dengan
istilah drama dan teater, istilah sandiwara digunakan untuk pengertian sebuah
kesatuan tontonan dengan unsur – unsur dramatik, tarian dan musikal yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat Mianagkabau.
Struktur
masyaarakat minangkabau di Sumatra Barat tidak mengenal strata sosial meski ada
istilah rakyaik badarai yang dipertentangkan denagn urang babanso, terkadang
datuak atau penghulu diibaratkan sebagai bangsawan lokal kedudukan di dalam
masyarakat tidaklah pernah dianggap lebih tinggi seperti hubungan atasan dan
bawahan. Tidak ada bentuk – bentuk kesenian yang dimiliki oleh sebagian
kelompok masyarakat sebagai hak istimewa karena kedudukan atau strata sosial.
Perbedaan
antara jenis –jenis seni dramatik dalam masyarakat Minangkabau bisa dilihat
dari perspektif tingkatan senimenurut Janet wolf sandiwara dapat diletakkan
sebagi yang baru, yang dapat dibedakan dengan randai dan tupai janjangyang
diletakkan sebagai tradisional.
Gejala
differensiasi seni dramatik dapat dipahami dengan menggunakan perspektif
Elizabeth Graves tentang tumbuhnya golongan elite dalam masyarakat Minangkabau
di Sumatra Barat pada masa kolonial sebagai akibat politik etis. Sandiwara
dapat dikategorikan sebagai seni pertunjjukan rakyat, dalam artian ia dapat
dikenali dan diterima secara luas oleh masyarakat Mianngkabau.
Sandiwara
dipandang oleh sebagian orang terutama kaum intelektual dianggap tidak serius,
ketidakseriusannya itu antara lain dilihat dari cara mengabungkan beberapa
unsur seni kedalam pertunjukan yang seringkali dipandang tidak menunjukkan
adanya relevansi yang jelas. Justru
sebaliknya kedudukan sebagai teater rakyat turut ditentukan oleh perpaduan unsur
– unsur pembentuknya.
Sandiwara
memeiliki beberapa konvensi yang disepakati oleh para pendukungnya yang
terbentuk sebagi damppak dari perulangan selama beberapa tahun praktiknya di
dalam masyarakat di Sumatra Barat .
Sandiwara
umumnya digelar satu kali dalam setahun
biasanya tiga hari setelah lebaran idul fitri dengan lakon yang berbeda beda
setiap malamnya. Biasanya latihan dilakukan setelah sholat tarawih dan sore
sebelum buka puasa.
Pilihan
waktu sandiwara tidak mempengaruhi aspek- aspek artistiknya ada indikasi
kesengajaan untuk menyesuaikan lalkon yang dipentaskan dengan momentum
pementasan. Pemilihan waktu pementasan dilakukakan saat liburan. Karena waktu
liburan dapat dikaitkan dengan profesi sandiwara yang meliputi pelajar, pegawai
negri, pedagang dan lainnya.
Sandiwara
dilakukan pada suasana lebaran didukung juga dengan suasana liburan panjang
yang bisa dimanfaatkan untuk berlatih. Pementasan sandiwara biasa dilakukan
pada pukul delapan malam dan terakhir pada pukul 2 atau 3 dini hari. Pusat
pementasan sandiwara terutama sekali disekolah dan pasar tradisional karena
pemilihan tempat ini berdasarkan alasan teknis.
Pementasan
sandiwara mulai menjajaki tahapan pengorganisasian seluruh hal yang menyangkut
produksi pementasan sandiwara kemudian diambil alih oleh panitia sandiwara yang
terbentuk. Ketika panitia sandiwara berbenruk proses implikasi sandiwara di
sebuah nagari sejatinya telah dimulai melalui sosialisasi dari mulut ke mulut.
Publikasi dan sosialisasi definitif biasanya tetap dilakukan setiap hari
sebelum hari pementasan yang telah ditetapkan dengan suatu acara tertentu.
Pemasukan
finansial sandiwara dibedakan dari tiga cara, penjualan karcis, pendapatan
lelang dan dari donatur. Modal atau produksi sandiwara digelang sendiri oleh
panitia sandiwara. Dana produksi sandiwara terutama sekali digunnakan untuk
membeli atau menyewa perlengkapan pementasan serta mebiayai proses latihan.
Kerangka
produksi memperlihatkan bahwa dratururgi sandiwara produk dari kerangka soail
masyarakat nagari. Konstrubusi partisipanya sebagi agensi dan konstrubusi
dramaturgi sandiwara membuat masing- masing dapat diposisikan sebagi draturgi.
Tugas dramturgi sebgai berikut pilihan lakon, gaya pementasan, penetapan ruang
dan waktu pementasan yang pada analisi terhadap pennontonnya.
Partisipasi
sandiwara menyebut orang-orang yang terlibat dalam proses produksi sandiwara
sebagai urang seni. Selain urang seni setiap nagari memiliki orang-orang yang
ditanam untuk memegang perenan dalam panitia sandiwara. Mereka yang terlibat
dalam panitian sandiwara adalah yang dikategorikan sebagai urang mudo.
Sumbangan terbesar sandiwara adalah menyediakan kondisi bagi produksi sandiwara
dengan menciptakan pola produksi yang paling tepat sesuai potensi masing-
masing nagarai.
Sutradara
dalam sandiwara cendrung bergeser artinya menjadi pengarang lakon meski tetap
ada sutradara yang sesungguhnya. Kelompok besar yang berperan sebagi sutradara
maupun penulis lakon drama sadiwara di setiap nagari antara lain kelompok
intelektual tradisional dan intelektuan akademik yang mempengaruhi dramaturgi
sandiwara. Meski tidak mutlak terdapat perbedaan kecendrungan antara perihal
tempat pementasan, format carito, dan para pendukung pementasan.
istilah
dramaturgi yang penulis gunnakan dalam buku ini menganduk dua pengertian yaitu
peranti analisi dan sekaligus objek kajian. Penulis lebih memngarah pada
pengertian yang kedua yaitu dramaturgi sandiwara. Dramaturgi dapat berarti
sebuah cara dengan mana lakuan para aktor dikoordinasikan ke dalam bentuk
pementasan secara keseluruhan bukan saja berkenaan dengan prosedur susatra
namun berkaiatan dengan hal hal teknis.
Pementasan
sandiwara pada dasarnya dihtenmpatkan ke dalam dua bagian utama babak dan
selingan.indikasi keutamaan bagaian babak dalam sandiwara nyaitu semua selingan
berfungsi untuk menjadi pengalih perhatian dari perubahan dekor untuk
penampilan utama.
Pementasan
sandiwara dibuka pada bagian yang dinamakan dengan drama merupakank bagaian
utama keseluruhan tontonan. Dari penampilan drama itulah para penonton
mendapatkan kesan-kesan khusus. Bagian utama dari drama ini yaitu perkenalan
dengan tahap yang telah ditentukan. Setelah perkenalan drama sandiwara kemudian
digulirkan dalam fragmen-fragmen yag dinamakan dengan babak. Fragmen drama
terakomodasi dalam babak-babak menjadi wahana untuk menampilakan bakat
memerankan seperti sebuah poameran dari bakat-bakat berperan terbaik anak
nagari.
Dalam
sanidwara terbentuk toko yang streotipe. Partisipasi sandiwara mengenal bagain
yang dinamakan pantomime di dalam drama
ketika ada gerak tanpa dialog yaitu sebuah ilustri dari pendukung
sandiwara menyebutkan bahwa dulu terdapat pula bagaian dimana pemain
memeragakan dengan tubuhnya narasi yang dibacakan oleh seseorang dari luar
pentas.
Beberapa
aspek lainya yang terdapat dalam sandiwara ini yaitu tari. Tari dalam sandiwara dimasukkan ke
dalam bagian selingan tradisi sandiwara mengenal demikian banyak repertoar tari
seperti tari kain, tari rantak dan lainnya.
Selanjutnya
musik merupakan salah satu selingan dalam sandiwara istilah lainnya yaitu lagu
dan nyanyi. Kehadiran kategori sandiwara dapat dilihat sebagai sarana
mengekpresikan keterlibatnya partisipannya dengan kebaruan-kebaruan.
Berikutnya
yaitu lawak sebagai salah satu unnsur yangf selalu ditunggu kehadirannya
menunjukkan bahwa para partisipan sandiwara mengharapkan pula pementasan
menjadi pelipur lara. Lawak mmerupakan bagaian dari drama ketika salah seorang
tokoh diterapkan dengan karakter yang komikal.
Tokoh
tokoh kaba yang komikal kemudian bertransformasikan ke dalam tokoh – tokoh dalm
carito modreen dengan karakter yang lebih variatif. Lawak dalam sandiwara
ditampilkan secara mandiri sebaga bagian dari selingan. Selain lawak yang
menjadi selingan sandiwara ada yang dinamakan dengan lelang salah satu acara
yang diletakkan pada bagian selingan pementasan sandiwara yang terkadang
dinamakan pula lelang kue atau lelang singgang.lelang juga merupakan salah satu
cara untuk menghimpun dana melalui kegiatan sandiwara yang dilakukan melalui
beberapa mekanisme. Orang yang datang ke pementasan sandiwara terutama karena
ingin menikmati suasana lelang masyarakat dinamakan dengan pecandu lelang.
Acara lelang dala sandiawara bisa mendapatkan hasil yang lumayan jika sesi
lelang telah selesai diserahkan kembali kepada panitia sandiwara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar