Minggu, 01 Juni 2014

RESUMAN BUKU


DRAMATURGI SANDIWARARA
(POTRET TEATER POPULER DALAM MASYARAKAT POSKOLONIAL)
PENULIS DEDE PRAMAYOZA
OLEH : WINO SARI
Sandiwara kampung dapat dikatakan sebuah seni dramatik (teater) yang berkembang luas pada masyarakat minangkabau di Sumatra Barat pada dekade 1960-an sampai pada pertengahan 1990-an. Perkembangan sandiwara diwarnai dengan pergelaran kesenian ini secara sporadis diberbagai tempat. Keberadaan sandiwara pada saat itu memiliki kedudukan yang jelas dalam masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat.
Sandiwara sebagai salah satu teater rakyat menjadi hal yang menarik di masyarakat minangkabau. Sandiwara mengingatkan tentang campur tangan kolonialisme dalam sejarah seni dramatik di indonesia. Pada dasarnya sandiwara dalam bahasa jawa digunakan sebagai pengganti kata tonil dario kata toneel yang berarti drama dan dalam bahasa belanda yang berarti sebagai pengajaran terselubung atau tersembunyi.
Catatan sejarah mencatat bahwa opera melayu sama pentingnya dengan tonil kolonial Belanda dalam membangun teater modren indonesia. Bentuk tipe dari kedua bentuk seni dramatik ternyata sama – sama mendapatkan pengaruh teater barat mutakhir melalui lembaga-lembaga teater yang sudah ada pada sebelumnya. Teater rakyat atau drama poskolonials sering tiudak dikategorikan gendre pementasan dramatik yang muncul sebagai reson atas kondisi – kondisi sosial kulture setelah berdirinya negara poskolonial yang mengidentikan sebuah kesadaran rakyat.
Teater rakyat atau drama poskolonialisme sering disebut sebagai hibrida dari opera melayu dan tonil dengan tambahan pengaruh baru dari hal tersebut terbukti bahwa sandiwara terpinggirkan dari diskursus teater Sumatra Barat yang diindikasi adanya proses kanonisasi terhadap teater dengan alasan yang perlu dikaji.
Dalam mengkaji buku dramaturgi sandiwara ini, penulius menggunakan beberapa pendekatan sebagai landasan atau jembatan untuk menemukan persoalan yang akan dibahas, salah satu pendekatannya yaitu sosiologi teater karena dalam hal ini membahas tentang tinjauan terhadap masyarakat  atau kerangka sosial yang melingkupi sandiwara terlebih dahulu, maka penulis menggunakan konsep – konsep sosiologi.
Pendekatan lainnya yang digunakan penuliis yaitu pendekatan dramaturgi yang mana sang penulis mempercayai bahwa ada dramaturgi khas yang bekerja dibalik pementasan sandiwara yang memenuhi disposisi estetika penontonnya. Bentuk konsep – konsep dramaturgi digunakan penulis dalam hal ini.beberapa teori natau konsep lain yang  dikemukakn oleh para ahliterkait dengan dramturgi juga dipaparkan dalam persoalan ini seperti dramaturgi berkaitan erat dengan penafsiran teks lakon yang pada akhirnya dramaturgi mempengaruhi peciptaan estetika pementasan sebagaimana dramaturgi menciptakan kerangka teoritis untuk penulisan teoritis.
Setelah menggunakan dua pendekatan tersebut, penulis melanjutkank dengan pendekatan yang ke tiga yaitu drama poskolonial. Pada pemebahasan kali ini, penulis menyatakan bahwa perkembangan dramaturgi trkait erat dengan sejarah dan bentuk respon dari kondisi sezaman ini artinya bahwa perkembangan zaman mempengaruhi perekembangan dramaturgi. Maka teater terlibat dengan semangat – semangat aru yang menghasilkan perkembangan dramaturgi baru  pasca perang dunia kedua dan perang dingin . penulis juga meninjau dramaturgi dalam perspektif kesejarahan untuk melihat anasir – anasir yang telah mengontruksi dramaturginya serta disposisi estetika penontonya. Penulis mengemukakan teori oleh para ahli terkait dengan dramaturgi dan kebudayaan yang memepengaruhi perkembangan teater di indonesia.
Teori yang telah dikemukakan ternyata membantu dalam menemukan persoalan gejala sandiwara itu sendiri. Seperti kemunculam kata sandiwara itu sendiri yang mendapatkan pengaruh dari belanda. Pada dsarnya kata sandiwara sebagai pengganti kata toneel kata yang berasal dari Belanda. Setelah ditelusuru ternyata teori yang dikemukakan kurang memadai karena mengesankan bahwa setiap lapis kebudayaan yang datang dengan tradisi – tradisi inheren didalamnya, diterima begitu saja oleh masyarakat Indonesia tanpa memberikan respon sebaliknnya jika ditelusuri kembali nkata sandiwara sebagai pengganti kata toneel menunjukkan indikasi adanya perlawanan budaya dari pribumi terhadap budaya asinng.
Teori – teori yang telah dikemukakan dapat membantu melihat respon masyarakat Indonesia atas kedatangan berbagai tradisi teater dan dramaturgnya. Jika diperhatikan istilah sandiwara yang mengidikasikan adanya pengaruh Kolonialisme Belanda terhadap perkembangan drama dan teater di Indonesia serta adanya respon lokal atau pengaruh itu, mak penulis menggunakan konsep poskolonialisme sebuah kajian yang membongkar efek berkelanjut yang ditimbulkan oleh kolonialisme atas masyarakat bekas terjajah.
Sebuah buku yang membantu menyingkapi dramaturgi poskolonialsme yaitu potcolonial drama Hellen Gilber dan Joeanne Tompkins mengatakan bahwa teater yang hidup di sebuah negara bangsa yang pernah dijajah berpotensi untuk menjadi bentuk kompbinasi sinkretis antara bentuk – bentuk pergelaran lokal dan bentuk – bentuk yag dipengaruhi oleh respon bentuk bentuk teater hibrida. Bentuk – bentu drama poskolonial terbentuk melalui konsep antara lain mimikri dan mokori yang menunjukkan keterbelahan dari subjek poskolonial antara mengagumi dan membenci penjajah.
Maka pendekatan drama poskolonial dapat digunakan untuk membungkar fakta poskolonialitas yang secara sederhana dapat dipahami sebagai kondisi poskolonial yaitu sebuah efek dari hegomoni budaya yag dipraktikkan kolonialsme beserta warisan – warisannya. Drama poskolonial dapat juga digunakan untuk melihat bagaimana masyarakat poskolonial menyingkaipi kolonialisme dan poskolonialisme melalui seni dramatik atau teater.
Pada pembahasan bab kedua yaitu riwayat dan jejak – jeka sandiwara.. dalam hal ini menyikapi kehadiran sandiwara di sumnatra Barat serta jejak – jejak yag masih dikenali. Untuk mencari informasi tentang sandiwara yang ada di Sumatra Barat penulis melakukan metode wawancara dan observasi lapangan serta. Teknik observasi diberbagai nagari yang terkonstuksi dari hasil wawancara selanjutnya dikonfirmasikan mdengan dokumentasi visual manpun tertulis, penulis mengkoperasikan untuk meilihat pola – pola umum yang berlaku pada produksi sandiwara. Hasil konstruksi itulah ditulis dan dinamakan dengan dramaturgi sandiwara. Guna menganalisi makana – makna yang ada dibaliknya dengan mmembuat sebuah teks ddengan nama sistem pengetahuan dan kontsks sosial yang telah dipahami.
Pemabahasan ini penulis mengurutkan riwayat sandiwara yang diawali dari opera melayu dan tonil.  Pada pembahasan ini penulis memulai dari nama toko yang pertama kali mencatat perkembangan seni dramatik di Sumatra Barat  yaitu van Kerckoff dalam sebuah risalah yang ditulis di payakumbuh pada tahun 1888 yang ia namai dengan toniil melayu Sumatra Barat yang ia duga datang dari riau. Kehadiran tonil mmelay tumbuh di Padang merupakan respon atas kehadiran wayang tjina di Singapure dan komedi porsi di Malaysia. Beberapa hal menjadi catatan bagi Van kerckoff hingga kesimpulannya lakon tonil melyu mungkin sekali digemari penonton di Padang karena faktor bahasa melayu yang digunakannya dekat dengan bahasa lokal, yaitu bahasa minangkabau.
Dari perkembangan tonill di Padang kemudia mulai menjajali daerah – daerah di sekitarnnya seperti Pariaman, Padangpanjang, Bukittinggi, Payakumbuh dan lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Van kerckoff saling berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh tokoh lainnya seperti Rusli Amra yang menyatakan pada awal abad 20 telah ada gedung – gedung hiburan di Paadang yaitu Gedung komidi yang pernah diadakan pementasan-pementasan oleh rombongan komedi stambul. Hingga pementasan tersebut berhasil membuat rommbongan ini menjadi sangat populer di Padang sehingga memicu masyarakat untuk membuat rombongan stambul sendiri antara lain sawahan , kampung jawa, balakang tangsi dan lain sebagainya.
Pada rombongan ini banyak orang terkemuka ikut dterlibat di dalamnya dan terdapat pula indikasi bahwa adanya dukungan dari Belanda  yang ditunjukkan dengan kedatangan petingginya.
Kemunculan rombongan stambul di daerah Sumatra Barat, salah satuya rombungan pertunjukan di Padang bernama pangsche opera oleh Brahim didugaberdiri disekitar tahun 1925-1926 dengan beberapa lakon yang pernah mereka pentaskan seperti melati van agam dan mengangkat berbagai cerita populer dikawasan tersebut seperti kisah siti nurbaya dan  laras simawang.
Padangsche opera mejadi catatan penting bagi praktik seni dramtik di Sumatra Barat yang menandaskan bahwa pementasan lakon -  lakon adaptasi dari  novel – novel populer ssezaman yang ditulis oleh para penulis Minangkabau yang berdampak meningkatkan jumlah penulis asal minagkabau pada masa itu. Salah satu catatan penting bagi pementasan Padangshe opera dengan lakon siti nurbaya yang merupakan adaptasi dari novel siti nurbaya karangan merah Rosli yang merupakan novel paling populer pada masa itu. Padangche opera sendiri memilik tokoh yaang berperan penting di dalamnya antara lainn Andjas asmara dan Amirudin. Pengaruh atas perkembangan seni dramatik di Sumtra barat menunjukkan bahwa pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke 20 di Sumatra Barat telah dikenal opera melayu dan diyakin pada saat itu kesenian randai berdialoh seperti pada saat ini yang telah berkembang. Kemungkinan randai pada saat itu baru berbentuk tarian yang berangkat dari tarian laeat silek dengan iriingan cerita lewat dendang.
Perkembangan randai di Sumatra Barat menjadi bentuk terpengaruhan dari seentuhan rombongan bangsawan. Ada dua pembeda antara Padangsche opera dengan bangsawan  yaitu terletak pada dialog para pemeran diucapkan dan bukan dinyanyikan, bahasa yang digunakan bahasa minangkabau dan bukan bahasa melayu.
Maka btesar kemunngkin bahwa Padngsche opera dan dardaneela, miss Ribout orin turut mempengaruhi transisi dari teater musikal ggaya bangsawan kepada teater ucapanyang pada masa itu dikenla sebagai tonil. Perkembangan seni dramatik Sumatra Barat juga dipengaruhi oleh tonil sekolah yang dikembangkan oleh kolonial Belanda dengan bukti beberapa donkumentasi dan arsip lainnya.
Salah satunya yaitu kweekscool Bukittinggi yang pernah mementaskan lakon Cinduo mato yang berupaya memberikan inspirasi kepda bberapa kalangan pendidik bumiputra Sumatra Barat sehingga mereka mulai mengenali dan menggeluti tonil. Selain itu INS kayutanam sering mengadakan pertunukan sandiwara di pasar- pasar malam untuk mengumpulkan dana bagi pembangaaun sekolah.
Zaman peralihan dari tonil ke sandiwara dimulai dari strategi kebudayaan kolonial Jeapang yang berusaha melenyapkan berbagai anasir kebudayaan Eropa dari nusantara salah satu faktornya meluasnya istilah sandiwara di kemudian hari. Peralihan antara kebudayaan Eropa di nusantara ke bentuk penjajahan Jepang mulai muncul rombongan yang menjadi catatan sejaraj di Sumatra Barat yaitu kelompoj sandiwara ratu asia menurut beberapa tokkoh didirikan di Padangpanjang pada tahun 1943 dengan Sjamsudin Syafei sebagai inisiatornya. Berbagai poementasan yag pernah dilakukan dengan beberapa lakon yang pernah dibawakan antaranya buga bangsa, belenggu masyarakat dan lain sebagainya.
Kemunculan group sandiwara pada masa itu berkaitan dengan makin lesunya dunia hiburan salah satu faktor melesunya dunia sandiwaa disebabkan karena beberapa tahun sebelum pendudukan jepang orang – orang tonil atau sandiwara telah ikut meramaikan dunia film. Berdirinya rombongan ratu asia pada masa ini diketahu ada perbedaan pendapat, tengku syed abdulkadir dan zen mengatakan bahwa ratu asia adalah ggrou yang didirikan dalam rangka mengimbangi hegemoni kebudayaan kolonial jepang. Margaret kartomi mngatakan bahwa kelompokini merupakan bagian dari strategi kebudayaan Jepang. Pendapat inni juga dikuatka oleh para tokoh lainnya.
Setelah proklamasi ratu asia berkebang menjadi sandiawara keliling yang meperjuangkan rakayat mengahadapi agresi militer Belanda dampak dari lakuan Ratu asia memberikan inspirasi pada rombongan sandiwara lainnya yang ada di Sumatra Barat untuk membantu memproklamsikan kemerdekaan RI.
Setelah proklamasi dan sekitar tahun 1950-an di Sumatra Barat berkembang dua tipe sandiwara yaitu sandiwara keliling dan sandiwara pelajar yag menjadi pembeda .padda kedua  bentuk sandiawara ini aadalah bentuk pergelarannya. Berdasarkan lakon yang dimmainkan maka dari kemunculan sandiwara pelajar maka timbul nama lain  yaitu darama sejarah yang berkembang pada masa pergerakan kebangsaan.
Menjelang pemilu pertama repoblik indonesia 1955 di Sumatra Barat berkembang pula sandiwara partai setelah itu munculk lagi nama lainnya sandiwara radio yang disiarkan melalui RRI. Salah satu tokoh yang berperan penting bagi kemunculan sandiwara radio yaitu Motinggo busye yang menjadi salah satu penulis drama terkemuka di Indonesia.
Perkembangan sandiwara juga diakibatkan beberapa faktor perkembangan teknologi komunikasi media pada saat itu.  Selanjutnya mulai dikenal dengan istilah sandiwara kampung. Peristiwa PRRRI ( pemerintah Revolusi Repoblik Indonesi) merupakan salah satu momentum dalam perjalanan sejarah masyarakat minangkabau di sumatara Barat yang kemudian mempengaruhi  kemunculan kondisi bagi meriiahnya kesenian dan hiburan rakyat di  Sumatra Barat.
sandiwara hibburan yang diinisasi milisasi OPR ( organisasi perlawanan rakyat) mulai bermunculan yang menjadi kesenian rakyat yang mulai digunakan sebagai propaganda . keterlibatan OPR dalam hiburan dan kesenian rakyat diperoleh pula dari berbagai nagari di Sumatra Barat. Sandiwara hiburan OPR hanya berlangsung kurang lebih tga tahun mengingat pasca peristiwa 30 September dan keadaan kesenian rakyat di sumatra Barat turut berubah setelah peristiwa tersebut.
Pra perantau Mingkabau terutama di Jakarta selain mnegmbangkan orgenisasi – orgenisasi persatuan berdasarkan daerah asal, juga mendirikan organsiasi kesenian salah satunya yaitu  BKAM ( badan kesenian alam Minangkabau ) ddengan alah satu kegiatan mementaskan sandiwara dengan lakon cinduo mato.
Gejala gejal yang ditimbulkan sebagi bagian dari involusi kebudayaan minangkabu terutama pada tahun 1960-an. Involusi kebudayaan ini ditandai dengan berdirinya kokar konservatori karawitan yag pada tahun 1968  kemudian dikenal dengan nama ASKI Padangpanjang kemunculan strategi pemulihan harga diri ini berpengaruh terhadap dunia kesenian . hoerijah adam salah seorang seniwati Minagkabau menciptakan draamatari malin kundang.
Pada akhir 1960-an berkemabng rombongan – rombongan sandiwara profesional di Sumatra Barat yang datanag dari berbagai daerah dan melaksanakan pertunjukan di paa- pasar malam. Salah sartunya yang paling tekenal yaitu grup sinar deli dariMedan. Perkembangan group – grop profesional merupakan akses dan kritis ekonomi yang terjadi pasca PRRI yang meluas hiingga ke Sumatra Barat.
Group – group sandiwara profesional juga mengaktualisasikan kembali gaya pemntasan bangsawan gabungan antara seni peran sengan nyanyian dan tarian terlihat pada lakon – lakon yang dimmainkan merupkan inspirasi dari novel yang populer pada sat itu.

Riwayat seni dramatik di Sumatra Barat menunjukkan bahwa pada sekitar akhir 1960-an hingga awal 1970-an sandiwara mulai tumbuh dan berkembang secara luas dalam masyarakat Minangkabau meski potensinya tampak telah ada sejak jauh-jauh hari. Budaya sandiwar tumbuh dalam interaksi antara beerbagai anasir seni dramatik dengan berbagai tujuan, pola dan gaya yang dipengaruhi oleh semangat zaman masing- masing antara lain opera melayu, tonil , sandiwara keliling dan lainnya.
Jejak – jejak sandiwara dalam masyarakat Minangkabau di Sumatra barat penulis menghadirkan 3 sampel sebagai kasus praktik sandiwara yang akan ditelusuri. Dari sampel ntersebut di asumsikan bahwa disetiap tempat di Sumatra Barat terdapat bukti pelaksanaan sandiwara.
Dimulai dari sandiwara di balai salasa dengan pembuktian dari hasil dokumentasi tentang kegiatan sandiwara yang didapat daria balai salasa ( palangai ). Salah satu nagari yang terletak di kecamatan ranah pasisir kab.pesisir selatan. Dari balai salasa tredapt tiga buah foto pertunjukan sandiwara dan seorang informan. Pertunjukan yang digelar beberapa hari setelah idul fitri tahun1975 membawakan cerita talipuak layua nan dandam yang bertema cinta tak sampai. Beberapa foto didapat dari berbagai bentuk adegan dalam pertunjukan ini.
Selanjutnya sandiwara di lubuak batingkok, sandiwara di nagari yang terletak di kabupaten lima puluh kota . dokumentasi  didapat dari pertunjukan lakon titian kehidupan yang dipentaskan pada tahun 1981. Lakoon yang bertemakan sebuah keluarga yang gagal merantau terdapat beberapa foto dari tiap adegan dalam pertunjukan.
Bentuk pertunjukan yang dihadiirkan dalam pementasan berupa tari tarian, peralatan band biasanya mmereka menyewa dari nagari lain sebelum akhirnya sanggup membeli sendiri dari hasil penjualan karcis sandiwara di kampung sendiri ditambah iuran pemuda lubuak batingkok.
Sampel sandiwara berikutnya yaitu sandiwara di tabek, kenagarian tabek salah satu nagari di kabupaten Tanah datar, di nagari ini  terdapat  foto – foto   tentang praktik sandiwara namun dokumentasi dari beberapa pertunjukan tidak ditemukan. Informasi sandiwara lainnya yang diperoleh oleh penulis yaitu sandiwara di talang babungo, sandiwara di pitalah bungo  tanjuang, sandiwara di gunuang Padangpanjang, dan sandiwara di SPG Padangpanjang.
Selesai dengan pembahsan sampel praktek sandiwara di beberapa nagari di Saumatra Barat, penulis merangkak pada pembahasan selanjutnya yaitu kerangka sosial budaya masyarakat, yang membicarakan lingkungan yang menjadi tempat tumbuhh dan berkembangnya sandiwara.  Dalam hal ini kajian terhadap dramaturgi sandiwara penulis bbuku mengawali dengan tin jauan sosil-histori yang ditunjukkan dengan faktor – faktor yang telah mengghasilkan dramaturgi sandiwara dengan meninjau kerangka sosial tempat sandiwara hidup sebagi katagori seni teater pada posisinya dalam peta kesenian masyarakat Minangkabau terakhir.
Eksistensi sandiwara dalam masyarakt Minangkabu dipahami melalui konsep teori para tokoh yang digunakan oleh penulis buku. Dalam masyarakat minnangkabau selalu ada usaha untuk memberikan makna terhadap kenyataan yang mengintari diri berdasarkan pradigmma adat yang dianggap masih  tetap berlaku,, penulis buku menghubungkan beberapa teori terakait dengan sandiwara sebagai salah satu gejala seni.
Matrik  budaya ternyata melingkupi  dan mempengaruhi maka bentuk  kesenian rakyat Minangkabau dapat berebentuk seni – seni bunyi, seni gerak, seni rupa, dan yang termuda seni lakuan dramatik. Pole perkembangan dari bentuk kesenian yang berbeda ini didasari oleh cara pandang lokal terhadap alam semacam kosmologi Minangkabau yang senantiasa dihubungkan demi adaik dan adago.
Sesuai pembagian daerah masyarakat Minangkabau terbagi dua yaitu bagian luhak dan bagian rantau atau darek dan pasisia yang dipandang sebagai dua arus yang mempengaruhi perkembangan kesenian di mainangkabau. Dari kedua daerah ini memiliki bentuk kesenian yang berbeda, pada daerah pasisia atau rantau lebih memperlihatkan pengaruh kebudayaan islam yang kuat sedangkan di luhak memperlihatkan keterikatan yang erat dengan dengan kehidupan adiak.  Dua pola kesina tersebut kemudian tercrmin dari tipe tempat pertunjukan tradisional Minangkabau. Dialektika antara dua sumber pengetahuan dan budaya masyarakat Minangkabau kemudian menjadi menjadi situs tempat sandiwara hadir.. selain inndang, luambek, randai, tupai jajang makan ingatan masyarakat pada tahun 1970 sangat kental tentang aktivitas seni yang dinamakan dengan sandiwara.
Meski sandiwara dari beberap hal dianggap memiliki sisi negatif namun dalam  hal lain masyarakat Minangkabau justru menganggap sandiwara cendrung memberikan penilaian yang posistif. Ingatan ini dimiliki oleh berbagai orang dari daerah asal yang berbeda – beda berdasarkan tingkat pendidikan dan status sosial. Pada informasi lainnya adanya indikasi bahwa sandiwara dipertunjukkan di atas pentas yang digambarkan mirip dengan bentuk  panggung prosenium yang terdapat penegasan wilayah antara tontonan dan penontonnya. Dan jelas bukan tipe tempat pergelaran seni tradisional di Minangkabau. Maka sandiwara memiliki posisi yang periferal di luar pusat – pusat perikehidupan masyarakat minangkabau tradisional.
Pembahasan sandiwara sebagai drama dan teater mengembalikan ingatan pada istilah sandiwara  mempresentasikan pandangan masyarakat di nagari Summatra Barat tentang seni dramatik. Kata sandiwara senidri dipahami dengan istilah sandiwara secara umum. Namun istilah sandiwara kerapkkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan beberapa situasi antara lain sandiwara politik, sandiwara elite, sandiwara hukum dan lainnya penggunaan kata sandiwara merupakan bentuk pengguanaan bahasa secra konotatif.
Maka dapat disimppulkan bahwa istilah sandiwara dalam masyarakat nnusantara selain dipahami sebagai salah satu genre seni, juga dianggap sebagi salah satu bentuk sikap atau perbuatan dalam kehidupan sehari – hari. Partisipan sandiwara memandang kesenian yang mmereka mainkan itu tidak ada bedanya dengan drama , teater, film bahkan sinetron. Pandangan tersebut datang karena pemahaman dari istilah tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan substansi  yaitu seni peran dan hanya dipisahkan oleh perbedaan media seperti panggung, film,  dan televisi.
Sandiwara juga disetarakan dengan seni peran sebagai substansinya atas dasar pemikiran tersebut sebuah bentuk atau jenis seni pertunjukan dapat dikategorikan sebagai drama. Sebaliknya teater dapat diartikan sebagi seni pertunjukan drama atau seni pertunjukan lakon. Indikasi dari kata sandiwara yang mengarah pada seni peran tercermin dari beberapa pernyataan pendukung sandiwara.
Contohnya antara sandiwara dan randai menunukkan bahwa perkataan – perkatan tokoh randai dan sandiwara dapat dibedakan berdasarkan gaya dan bentuknya. Adapun istilah sandiwara minnang muncul dari pengertian lokal bahwa sandiwara adalah kesatuan tontonan yang selain memiliki unsuur dramatik juga terdiri atas unsur hiburan, seperti tari dan nyanyi.
Istilah sandiwara juga menwakili istilah sandiwara kampung. Perkataan kampung dalam istilah yang terakhir dipandang lebihh mewakili sifat dari kesatuan tontonan dramatik nyang tummbuhh di nagari – nagari Minangkabau itu  sendiri. Informasi lain tentang indikasi sifat khas dari  sandiwara yang hidup dalam masyarakat Miangkabau mereka menyebut sandiwara atau sandiwara di kampuang. Kata sandiwara digunakan dalam pengertian yang setara artunya dengan istilah drama dan teater, istilah sandiwara digunakan untuk pengertian sebuah kesatuan tontonan dengan unsur – unsur dramatik, tarian dan musikal yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Mianagkabau.
Struktur masyaarakat minangkabau di Sumatra Barat tidak mengenal strata sosial meski ada istilah rakyaik badarai yang dipertentangkan denagn urang babanso, terkadang datuak atau penghulu diibaratkan sebagai bangsawan lokal kedudukan di dalam masyarakat tidaklah pernah dianggap lebih tinggi seperti hubungan atasan dan bawahan. Tidak ada bentuk – bentuk kesenian yang dimiliki oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai hak istimewa karena kedudukan atau strata sosial.
Perbedaan antara jenis –jenis seni dramatik dalam masyarakat Minangkabau bisa dilihat dari perspektif tingkatan senimenurut Janet wolf sandiwara dapat diletakkan sebagi yang baru, yang dapat dibedakan dengan randai dan tupai janjangyang diletakkan sebagai tradisional.
Gejala differensiasi seni dramatik dapat dipahami dengan menggunakan perspektif Elizabeth Graves tentang tumbuhnya golongan elite dalam masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat pada masa kolonial sebagai akibat politik etis. Sandiwara dapat dikategorikan sebagai seni pertunjjukan rakyat, dalam artian ia dapat dikenali dan diterima secara luas oleh masyarakat Mianngkabau.
Sandiwara dipandang oleh sebagian orang terutama kaum intelektual dianggap tidak serius, ketidakseriusannya itu antara lain dilihat dari cara mengabungkan beberapa unsur seni kedalam pertunjukan yang seringkali dipandang tidak menunjukkan adanya relevansi  yang jelas. Justru sebaliknya kedudukan sebagai teater rakyat turut ditentukan oleh perpaduan unsur – unsur pembentuknya.
Sandiwara memeiliki beberapa konvensi yang disepakati oleh para pendukungnya yang terbentuk sebagi damppak dari perulangan selama beberapa tahun praktiknya di dalam masyarakat di Sumatra Barat .
Sandiwara umumnya digelar satu  kali dalam setahun biasanya tiga hari setelah lebaran idul fitri dengan lakon yang berbeda beda setiap malamnya. Biasanya latihan dilakukan setelah sholat tarawih dan sore sebelum buka puasa.
Pilihan waktu sandiwara tidak mempengaruhi aspek- aspek artistiknya ada indikasi kesengajaan untuk menyesuaikan lalkon yang dipentaskan dengan momentum pementasan. Pemilihan waktu pementasan dilakukakan saat liburan. Karena waktu liburan dapat dikaitkan dengan profesi sandiwara yang meliputi pelajar, pegawai negri, pedagang dan lainnya.
Sandiwara dilakukan pada suasana lebaran didukung juga dengan suasana liburan panjang yang bisa dimanfaatkan untuk berlatih. Pementasan sandiwara biasa dilakukan pada pukul delapan malam dan terakhir pada pukul 2 atau 3 dini hari. Pusat pementasan sandiwara terutama sekali disekolah dan pasar tradisional karena pemilihan tempat ini berdasarkan alasan teknis.
Pementasan sandiwara mulai menjajaki tahapan pengorganisasian seluruh hal yang menyangkut produksi pementasan sandiwara kemudian diambil alih oleh panitia sandiwara yang terbentuk. Ketika panitia sandiwara berbenruk proses implikasi sandiwara di sebuah nagari sejatinya telah dimulai melalui sosialisasi dari mulut ke mulut. Publikasi dan sosialisasi definitif biasanya tetap dilakukan setiap hari sebelum hari pementasan yang telah ditetapkan dengan suatu acara tertentu.
Pemasukan finansial sandiwara dibedakan dari tiga cara, penjualan karcis, pendapatan lelang dan dari donatur. Modal atau produksi sandiwara digelang sendiri oleh panitia sandiwara. Dana produksi sandiwara terutama sekali digunnakan untuk membeli atau menyewa perlengkapan pementasan serta mebiayai proses latihan.
Kerangka produksi memperlihatkan bahwa dratururgi sandiwara produk dari kerangka soail masyarakat nagari. Konstrubusi partisipanya sebagi agensi dan konstrubusi dramaturgi sandiwara membuat masing- masing dapat diposisikan sebagi draturgi. Tugas dramturgi sebgai berikut pilihan lakon, gaya pementasan, penetapan ruang dan waktu pementasan yang pada analisi terhadap pennontonnya.
Partisipasi sandiwara menyebut orang-orang yang terlibat dalam proses produksi sandiwara sebagai urang seni. Selain urang seni setiap nagari memiliki orang-orang yang ditanam untuk memegang perenan dalam panitia sandiwara. Mereka yang terlibat dalam panitian sandiwara adalah yang dikategorikan sebagai urang mudo. Sumbangan terbesar sandiwara adalah menyediakan kondisi bagi produksi sandiwara dengan menciptakan pola produksi yang paling tepat sesuai potensi masing- masing nagarai.
Sutradara dalam sandiwara cendrung bergeser artinya menjadi pengarang lakon meski tetap ada sutradara yang sesungguhnya. Kelompok besar yang berperan sebagi sutradara maupun penulis lakon drama sadiwara di setiap nagari antara lain kelompok intelektual tradisional dan intelektuan akademik yang mempengaruhi dramaturgi sandiwara. Meski tidak mutlak terdapat perbedaan kecendrungan antara perihal tempat pementasan, format carito, dan para pendukung pementasan.
istilah dramaturgi yang penulis gunnakan dalam buku ini menganduk dua pengertian yaitu peranti analisi dan sekaligus objek kajian. Penulis lebih memngarah pada pengertian yang kedua yaitu dramaturgi sandiwara. Dramaturgi dapat berarti sebuah cara dengan mana lakuan para aktor dikoordinasikan ke dalam bentuk pementasan secara keseluruhan bukan saja berkenaan dengan prosedur susatra namun berkaiatan dengan hal hal teknis.
Pementasan sandiwara pada dasarnya dihtenmpatkan ke dalam dua bagian utama babak dan selingan.indikasi keutamaan bagaian babak dalam sandiwara nyaitu semua selingan berfungsi untuk menjadi pengalih perhatian dari perubahan dekor untuk penampilan utama.
Pementasan sandiwara dibuka pada bagian yang dinamakan dengan drama merupakank bagaian utama keseluruhan tontonan. Dari penampilan drama itulah para penonton mendapatkan kesan-kesan khusus. Bagian utama dari drama ini yaitu perkenalan dengan tahap yang telah ditentukan. Setelah perkenalan drama sandiwara kemudian digulirkan dalam fragmen-fragmen yag dinamakan dengan babak. Fragmen drama terakomodasi dalam babak-babak menjadi wahana untuk menampilakan bakat memerankan seperti sebuah poameran dari bakat-bakat berperan terbaik anak nagari.
Dalam sanidwara terbentuk toko yang streotipe. Partisipasi sandiwara mengenal bagain yang dinamakan pantomime di dalam drama  ketika ada gerak tanpa dialog yaitu sebuah ilustri dari pendukung sandiwara menyebutkan bahwa dulu terdapat pula bagaian dimana pemain memeragakan dengan tubuhnya narasi yang dibacakan oleh seseorang dari luar pentas.
Beberapa aspek lainya yang terdapat dalam sandiwara ini yaitu  tari. Tari dalam sandiwara dimasukkan ke dalam bagian selingan tradisi sandiwara mengenal demikian banyak repertoar tari seperti tari kain, tari rantak dan lainnya.
Selanjutnya musik merupakan salah satu selingan dalam sandiwara istilah lainnya yaitu lagu dan nyanyi. Kehadiran kategori sandiwara dapat dilihat sebagai sarana mengekpresikan keterlibatnya partisipannya dengan kebaruan-kebaruan.
Berikutnya yaitu lawak sebagai salah satu unnsur yangf selalu ditunggu kehadirannya menunjukkan bahwa para partisipan sandiwara mengharapkan pula pementasan menjadi pelipur lara. Lawak mmerupakan bagaian dari drama ketika salah seorang tokoh diterapkan dengan karakter yang komikal.
Tokoh tokoh kaba yang komikal kemudian bertransformasikan ke dalam tokoh – tokoh dalm carito modreen dengan karakter yang lebih variatif. Lawak dalam sandiwara ditampilkan secara mandiri sebaga bagian dari selingan. Selain lawak yang menjadi selingan sandiwara ada yang dinamakan dengan lelang salah satu acara yang diletakkan pada bagian selingan pementasan sandiwara yang terkadang dinamakan pula lelang kue atau lelang singgang.lelang juga merupakan salah satu cara untuk menghimpun dana melalui kegiatan sandiwara yang dilakukan melalui beberapa mekanisme. Orang yang datang ke pementasan sandiwara terutama karena ingin menikmati suasana lelang masyarakat dinamakan dengan pecandu lelang. Acara lelang dala sandiawara bisa mendapatkan hasil yang lumayan jika sesi lelang telah selesai diserahkan kembali kepada panitia sandiwara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar