Rabu, 16 Oktober 2013

CERPEN

AKU DAN KELUARGAKU
OLEH : WINO SARI



Suatu lingkungan pedesaan tinggal  keluarga kecil yang hidup dengan penuh kesederhanaan serta penuh kehangatan, lingkungan di sekitar pedesaan yang di kelilingi pesawahan, sungai, pegunungan serta perumahan warga lainnya membuat kesederhanaan dalam hidup berumah tangga menjadi lebih terasa. Aku merupakan anak kedua dari ayah dan ibu serta aku memiliki kakak bernama kak dinda. Berhubung aku belum menginjak bengku sekolah Kesehariannku sibuk bermain di sekitar lingkungan rumah, menemani ayah mencangkul di sawah dan bermain di tepi sungai menyaksikan para gembala sibuk memenahi kerbau – kerbaunya. Jika kak dinda sudah pulang dari sekolah kami mulai melakukan aktifitas baru yang tidak kalah menariknya, aku  mengajak kakak untuk menangkap cabung yang asyik terbang di atas pesawahan yang rerumputannya sudah mengering, kami juga mengajak anak – anak warga sekitar untuk bermain. aktifitas seperti ini ku jalani dengan penuh kesenangan di setiap harinya.
Aku memandang langit yang mataharinya sudah hampir tergelincir ke pegunungan sebelah kanan rumah ku, cahaya matahari itu membuat awan – awan di sekitarnya menjadi kemerahan, suasana seperti ini sangat ku nikmati.
 “ nindy... nindy ...”, terdengar memanggil, suara itu tidak asing lagi terdengar di telingaku, ya siapa lagi kalau bukan ibu ku yang setiap sore jika aku bermain di persawahan selalu memanggil ku untuk mengajak pulang ke rumah.
 “ nindy, sudah sore nak, ayo kita pulang”, terlihat ibu berjalan ke arah ku, “ sebentar lagi bu, nindy masih mau main” aku asyik bermain di persawan yang rerumputannya kering sambil  berlari mengejar capung yang berterbangan tidak jauh dari atas kepala ku.
‘’ mana kakak mu nak?”, ibu melihat sekeliling.
 “ kakak..mm..kakak”, aku gugup ”kakak pergi ke sungai bu, tadi kakak bilangnya Cuma sebentar”, jawab ku pada ibu. “ harusnya kalau sudah sore – sore begini tidak ada yang boleh pergi ke sungai lagi, sudah berkali kali ibu bilang, nindy kamu di sini saja dulu, ibu akan jemput kakak mu”.
ibu menatap ke arah bapak  yang sibuk dengan pekerjaannya mencangkul, “ pak...bapak, mengapa di biarkan saja dinda main ke sungai sudah sore – sore begini”, menatap bapak tajam.
“bapak tadi lagki sibuk mencangkul, jadi bapak tidak terlalu memperhatikan dinda, sudah buk, jemput saja dinda ke sungai kan gampang”, bapak berusaha menenangkan ibu , “kalau ada apa – apa sama dinda gimana, memangnya bapak mau tanggung jawa”, ibu tanya bapak lagi “ ia buk, bapak yang salah, sudah jangan mengomel, jemput dinda sana buk, nanti keburu gelap”. Bapak memang orang yang  tidak suka memeperumit masalah, jika ada sedikit masalah pasti bapak berusaha untuk tenang.
Ibu berjalan ke arah sungai, aku melanjutkan kegiatanku menangkap capung, tidak lama aku bermain ayah mengajak ku pulang, “ nindy... sudah hampir gelap, ayo kita pulang nak”.
“ bapak pulang duluan saja, nanti nindy bareng sama ibu saja pak, sebentar lagi ibu datang kok”, aku tau kalau bapak tidak akan keberatan meninggalkan ku karna jarak rumah kami dengan pesawan cukup dekat, halaman rumahku saja sudah hampir mendekati persawahan.
“ ya sudah, nanti kalau ibu mu sudah daatang, cepat pulang ya nak, jangan terlalu berlama – lama main di sawah”.
Aku melihat ayah merapikan perlengkapan untuk di bawa ke rumah, “bapak pulang duluan ya”.
aku mengangguk anggukkaan kepala sambil melambai tangan pada bapak, melihat capung yang masih banyak berterbangan membuat aku makin bersemangat untuk menangkapnya.beberapa  saat setelah itu aku melihat dari kejauhan ada 2 orang wanita yang hampir sebaya berjalan ke arah ku,  aku ingin mmemanggil bapak kembali tapi bapak sepertinya sudah masuk ke rumah atau ke halaman belakang meletakkan perlengkapannya, kelihatannnya 2 wanita itu terus mendekat.
 “permisi.. dek, boleh kakak numpang tanya”, salah satu dari mereka bertanya pada ku,” ada apa kak?”, tanya ku lagi.
“ dimana ya rumah bapak mamad?”,  aku terkejut karna nama itu adalah nama bapak ku.
“ kakak ikut saja dengan ku, aku akan mengantarkan kakak ke tempat tujuan”, dengan rasa penasaran aku tidak menayakan siapa mereka dan alasan kedatangan mereka ke sini. Setibanya di halaman rumah aku memanggil – manggil nama bapak.
 “ bapak..... bapak....”, tanpa berlama – lama bapak keluar, bapak terkejut melihat aku bersama dengan 2 wanita di samping ku, bapak diam terpaku, “ pak, tadi kakak – kakak ini menanyakan bapak”. Bapak hanya diam terpaku.
“ pak....pak.. kita kedatangan tamu pak”.
Tingkah bapak aneh sekali, tidak biasanya bapak bertingkah seperti itu, sekali lagi ku panggil bapak untuk menyadarkannya, bapak mulai tersentak.
 “ o ya..mm.. masuk” kata bapak gugup, aku makin heran dengan tingkah bapak , aneh sekali bapak sepertinya sudah mengenal perempuan – perempuan yang berdiri di samping ku.
“ ayo masuk kak”, kata ku pada 2 wanita yang berdiri di sampingku.
Bapak terlebih dahulu masuk, setibanya di dalam rumah bapak mempersilahkan kakak – kakak tersebut untu duduk.
Bapak memanggilku “nindy, sini kamu nak, kamu masuk dulu ke dalam kamar jangan keluar sebelum bapak menyuruhmu untuk keluar, kamu harus dengar kata bapak ya nak”.
Aku langsung menuju ke kamar dengan penuh keheranan tanpa menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku berdiri dekat jendela memandang alam di luar yang sudah hampir di tutupi kegelapan malam. Tanpa berlama – lama, aku menutup jendela kamar.
Tak lama kemudian kak dinda masuk ke kamar, “ kak dinda udah pulang, ibu mana kak?” tanya ku pada kak dinda.
“ ibu sama bapak lagi ngomong di dapur, tadi kakak di suruh bapak untuk masuk ke kamar, nindy, kakak yang di  luar itu siapa, kenapa mereka datang  ke sini’”
“nindy juga ngak tau kak, tadi nindy di suruh langsung masuk ke kamar sama bapak”.
Tak lama aku berbincang sama kak dinda, ibu masuk, mendekati lemari baju dan mengeluarkan baju untuk di masukkan ke dalam tas, aku dan kak dinda makin heran dengan tingkah ibu. Aku melihat ada kemarahan di raut wajah ibu, tanpa ragu aku bertanya pada ibu.
“ ibu kenapa? Apa yang ibu lakukan dengan baju – baju aku dan kakak?”.
Ibu mendekati aku dan kakak. “ nindy, dinda kalian ikut ibu ya, kita akan pergi dari sini”
“ kenapa kita pergi bu? lalu bagaimana dengan Bapak? Bapak ikut bersama kita kan bu?” Tak lama pertanyaan itu di lontarkan kak dinda , bapak masuk.
“apa – apaan ibu ini? Kenapa harus pergi bu? Kita bisa membicarakan masalah ini baik – baik” perdebatan terjadi antara ibu dan bapak.
“ tidak ada yang baik lagi di sini pak, aku  akan pergi bersama anak – anak”.
“ kalu ibu mau pergi, jangan bawa anak -  anak, biarkan mereka bersama ku di sini, ini sudah malam buk”, bapak merangkul aku dan kak dinda.
“ aku tetap akan membawa mereka pak, mereka adalah anak ku dan silahkan bapak tinggal bersama mereka, mereka kan anak bapak”.
Aku dan kak dinda makin heran siapa yang di  maksud mereka oleh ibu, apakah kakak – kakak yang bereda di luar itu.
“ mereka memang anakku buk dan dinda serta nindy juga anakku’’.
“Ya sudah kalu begitu, biarkan aku membawa anak – anku”. Ibu mengambil aku dari pangkuan bapak dan melapaskan pegangan kak dinda dari tangan bapak.
Ibu memelukku, “ ayo nak, kita pergi  dari sini”. aku hanya bisa diam terpaku tapi kak dinda sebaliknya melepaskan pegangannya dari tangan ibu dan pindah ke pangkuan bapak.
“ dinda akan ikut bersama ibu jika bapak juga ikut bersama kita”.
“ kamu tidak paham dinda, ya sudah kamu tinggal sana sama bapak mu, ibu dak adik mu akan pergi.
“ tidak...tidak” teriak kak dinda. “ ibu jangan pergi jangan bawa nindy buk, pak, katakan pada ibu jangan bawa nindy pak, ibu juga tidak boleh pergi”.
Kakak dinda  menangis di pangkuan bapak, aku terpaku menatap kakaku, saat itu aku tidak bisa berkata – kata, rasanya bibirku membeku hingga aku bungkam di buatnya. Ibu dan aku pergi meninggalkan rumah.
Keesokan harinya...
pagi itu terasa asing bagi ku, aku tidak lagi mendengar kicauan burung, suara air sungai yang megalir, yang ku dengar suara kendaraan yang ribut lalu lalang di luar sana, suara – suara itu sangat mengganggu pagi ku, rumah nenek memang berada di tepi jalan tengah kota, hal ini yang sering membuatku untuk malas berkunjung ke rumah nenek.
“ pagi yang cerah sayang”, tak biasanya ada yang berkata seperti itu pada ku.“ nenek bawakan serapan untuk mu”, aku melihat nenek membawakan segelas susu dan sepotong roti untukku.
Selesai mengantarkan, nenek keluar dari kamar, aku hanya bisa berbalas senyum untuk nenek, tak lama ibu masuk.
‘ibu... kapan kita ke tempat bapak, nindy kangen bu sama bapak juga kakak dinda,  nindy khawatir bu”.
“ nindy, bapak sama kakak mu akan baik – baik saja di sana”
‘ o ya bu, ngomong – ngomong kakak yang datang ke rumah kita itu siapa bu?”.  tanya ku pada ibu.
“ nindy, sebenarnya yang  datang kemarin itu adalah anak kandung bapak mu nak, jadi mereka itu adalah kakak – kakak  mu”.
Aku terkejut mendengar pernyataan ibu yang mengatan kalau aku mempunyai kakak – kakak selain kak dinda”.
“ lalu kenapa kita kesini bu, ibu marah ya pada bapak?” Ibu hanya tersenyum padaku.
Ibu keluar dar kamarku, aku memikirkan perkataan ibu  padaku, tak lama aku keluar dari kamar, aku melih ibu berbincang – bincang dengan nenek ssaat aku berusah mendekati ibu dan nenek aku tidak sengaja mendengar obrolan mereka.
“dari dulu ibu sudah mengingatkan padamu, ibu takut dan khawatir kamu nanti akan sperti ini, sebenarnya bapak nya dinda juga tidak salah, mereka itu kan anak – anak kandung nya dan wajar saja jika mereka ingin tinggal bersama bapaknya, kau kan mengetahui dari dulu tentang hal ini, mengapa sekarang ini kau yang marah kepadanya’’. Nenek sepertinya berusaha untuk menasehati ibu.
“aku hanya takut buk, ia akan kembali lagi bersama mantan istrinya, dulu sewaktu kami menikah memang ia sudah bercerai lama dengan mantan istrinya tapi aku hanya takut akan hal itu buk, dan juga kedatangan anak – anaknya yang secara tiba – tiba, itu terkadang membuat aku berfikiir yang bukan – bukan bu”.
“ nak, kamu harus dengar dulu penjelasan dari suamimu, ibu rasa ia memiliki alasan untuk semua ini dan apapun nanti yang di katakanya kamu harus bisa menerima dan menanggapinya secara dewasa. Ibu hanya bisa menasehati mu seperti ini, sebelum kamu terlanjur menyesal nantinya, sekarang kamu kembalilah ke tempat suamimu, dengarkan kata – kata ibumu ini”.
Saat ibu berbincang dengan nenenk terdengar ketukan pintu dari luar, nenek membukakn pintu, ternyata yang datang adalah bapak dan kak dinda serta kakak – kakaku yang lainnya, aku langsung berlari ke arah bapak dan memeluknya, kak dinda sangat senang melihatku lagi begitu juga dengan aku. Bapak mendekati ibu.
“ buk, bapak ingin berbicara dengan ibu’’. Bapak mencoba untuk membujuk ibu. Sepertinya ibu tidak marah lagi kepada Bapak.
Bapak dan ibuk menuju ke halaman belakan rumah, nenek mendekati kakak – kakaku dan memeluk mereka, melihat sikap nenek aku makin gembira”.
Nenek mendekati ku, “ nah.. nindy sini kamu, sekarang ini kamu sudah punya kakak baru, kamu tidak boleh jauh dari mereka, karna mereka juga kakak – kakak mu. Mendengar perkataan nenek aku langsung mengajak kakak – kakakku untuk bermain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar